Jumat, 30 Desember 2011

Shortcut pada windows tujuh

Shortcut atau jalan pintas adalah fungsi yang muncul dengan menekan beberapa tombol sekaligus guna mempercepat kita dalam membuka suatu aplikasi. Shortcut pada pengguna Windows 7 juga sangat diperlukan untuk meningkatkan performa dan kecepatan Anda dalam menggunakan komputer yang bermesin WIndows 7.

Berikut adalah Shortcut Dasar pada Windows 7 yang patut Anda praktekkan:

Win + UP Arrow: – Maksimalkan jendela
Win + Down Arrow: – Jika jendela yang maksimal, mengembalikannya, jika pada saat ini adalah jendela dikembalikan, menguranginya
Win + Left Arrow : – Dok saat jendela ke kiri setengah dari layar
Win + kanan Arrrow: – Dok saat ini jendela di sebelah kanan setengah dari layar
Win + Home: – Minimalkan tetapi semua jendelaShortcut Pada Windows 7
Win + P: – Buka menu proyeksi (biasanya digunakan untuk laptop yang terhubung ke proyektor)
Alt + F4: – Tutup jendela aktif
Alt + Tab: – Beralih ke jendela sebelumnya aktif
Alt + ESC: – Siklus melalui semua jendela
Win + Tab: – Flip 3D
Ctrl + Win + Tab: – Persistent Flip 3D
Win + T: – Siklus melalui aplikasi pada taskbar (yang menampilkan pratayang langsung)
Win + M: – Meminimalkan semua jendela
Win + Shift + M: – Batalkan semua jendela minimization
Win + D: – Toggle muncul di desktop
Win + Up Arrow: – Maksimalkan jendela
Win + Down Arrow: – Jika jendela yang maksimal, mengembalikannya, jika pada saat ini adalah jendela dikembalikan, menguranginya
Win + Left Arrow: – Dok saat jendela ke kiri setengah dari layar
Win + Right Arrow: – Dok saat ini jendela di sebelah kanan setengah dari layar
Win + Home: – Minimalkan tetapi semua jendela

???// dari berbagai sumber.........

Kamis, 29 Desember 2011

Ilmu Pengetahuan dan kebodohan

1. Tuntutlah ilmu sesungguhnya menuntut ilmu adl pendekatan diri kepada Allah Azza wajalla dan mengajarkannya kepada orang yg tidak mengetahuinya adl sodaqoh.
Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kedudukan terhormat dan mulia . Ilmu pengetahuan adl keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat.
2. Wahai Aba Dzar kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah lbh baik bagimu daripada shalat seratus rakaat dan pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak itu lbh baik daripada shalat seribu raka’at.
3. Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim . {HR.
Ibnu Majah}
4. Tuntutlah ilmu dan belajarlah ketenangan dan kehormatan diri dan bersikaplah rendah hati kepada orang yg mengajar kamu.
5. Janganlah kalian menuntut ilmu utk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu utk penampilan dalam majelis dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka .. neraka.
6. Kelebihan seorang alim terhadap seorang ‘abid ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang.
7. Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.
8. Duduk bersama para ulama adl ibadah.
9. Apabila kamu melewati taman-taman surga minumlah hingga puas. Para sahabat bertanya Ya Rasulullah apa yg dimaksud taman-taman surga itu? Nabi Saw menjawab Majelis-majelis taklim.
10. Apabila muncul bid’ah-bid’ah di tengah-tengah umatku wajib atas seorang ‘alim menyebarkan ilmunya . Kalau dia tidak melakukannya maka baginya laknat Allah para malaikat dan seluruh manusia. Tidak akan diterima sodaqohnya dan kebaikan amalannya.
11. Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dirahasiakannya maka dia akan datang pada hari kiamat dgn kendali dari api neraka. {HR. Abu Dawud}
12. Seorang alim apabila menghendaki dgn ilmunya keridhoan Allah maka dia akan ditakuti oleh segalanya dan jika dia bermaksud utk menumpuk harta maka dia akan takut dari segala sesuatu.
13. Yang aku takuti terhadap umatku ialah pemimpin-pemimpin yg menyesatkan.
14. Yang aku takuti terhadap umatku ada tiga perbuatan yaitu kesalahan seorang ulama hukum yg zalim dan hawa nafsu yg diperturutkan.
15. Celaka atas umatku dari ulama yg buruk.
16. Barangsiapa dimintai fatwa sedang dia tidak mengerti maka dosanya adl atas orang yg memberi fatwa.
17. Orang yg paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yg Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat.
18. Apabila kamu melihat seorang ulama bergaul erat dgn penguasa maka ketahuilah bahwa dia adl pencuri.
19. Seorang ulama yg tanpa amalan seperti lampu membakar dirinya sendiri .
20. Termasuk mengagungkan Allah ialah menghormati ilmu para ulama orang tua yg muslim dan para pengemban Al Qur’an dan ahlinya(1) serta penguasa yg adil.
21. Sesungguhnya Allah tidak menahan ilmu dari manusia dgn cara merenggut tetapi dgn mewafatkan para ulama sehingga tidak lagi tersisa seorang alim.
Dengan demikian orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin yg dungu lalu ditanya dan dia memberi fatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan.
22. Sedikit ilmu lbh baik dari banyak ibadah. Cukup bagi seorang pengetahuan fiqihnya jika dia mampu beribadah kepada Allah dan cukup bodoh bila seorang merasa bangga dgn pendapatnya sendiri.
23. Maafkanlah dosa orang yg murah hati kekeliruan seorang ulama dan tindakan seorang penguasa yg adil. Sesungguhnya Allah Ta’ala membimbing mereka apabila ada yg tergelincir.
24. Saling berlakulah jujur dalam ilmu dan jangan saling merahasiakannya.
Sesungguhnya berkhianat dalam ilmu pengetahuan lbh berat hukumannya daripada berkhianat dalam harta.
Catatan Kaki:
(1) Pengemban Al Qur’an dan ahlinya termasuk pembaca penghafal ahli tafsir dan penegak ajaran Al Qur’an.
Sumber: 1100 Hadits Terpilih - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press


sumber : file chm hadistweb

Iman, Islam dan Ihsan

Inti Ajaran Islam: Iman, Islam, dan Ihsan

Pokok ajaran Islam ada 3, yaitu: Iman, Islam dan Ihsan. Dasarnya adalah hadits sebagai berikut:

Pada suatu hari kami (Umar Ra dan para sahabat Ra) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak tanda-tanda bekas perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah Saw. Kedua kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dari kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah Saw, seraya berkata, “Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam.” Lalu Rasulullah Saw menjawab, “Islam ialah bersyahadat bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu.” Kemudian dia bertanya lagi, “Kini beritahu aku tentang iman.” Rasulullah Saw menjawab, “Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada Qodar baik dan buruknya.” Orang itu lantas berkata, “Benar. Kini beritahu aku tentang ihsan.” Rasulullah berkata, “Beribadah kepada Allah seolah-olah anda melihat-Nya walaupun anda tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat anda. Dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang Assa’ah (azab kiamat).” Rasulullah menjawab, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang tanda-tandanya.” Rasulullah menjawab, “Seorang budak wanita melahirkan nyonya besarnya. Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat.” Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandangan mata. Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada Umar, “Hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?” Lalu aku (Umar) menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw lantas berkata, “Itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian.” (HR. Muslim)

a. Rukun Iman 6 Perkara

Iman adalah keyakinan kita pada 6 rukun iman. Islam adalah pokok-pokok ibadah yang wajib kita kerjakan. Ada pun Ihsan adalah cara mendekatkan diri kita kepada Allah.

Tanpa iman semua amal perbuatan baik kita akan sia-sia. Tidak ada pahalanya di akhirat nanti:

” Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun…” [An Nuur:39]

” Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” [Ibrahim:18]

Iman ini harus dilandasi ilmu yang mantap sehingga kita bisa menjelaskannya kepada orang lain. Bukan sekedar taqlid atau ikut-ikutan.

Sebagaimana hadits di atas, rukun Iman ada 6. Pertama Iman kepada Allah. Artinya kita meyakini adanya Allah dan tidak ada Tuhan selain Allah. Di bab-bab berikutnya akan dijelaskan secara rinci tentang hal ini.

Rukun Iman yang kedua adalah iman kepada Malaikat-malaikat Allah. Kita yakin bahwa Malaikat adalah hamba Allah yang selalu patuh pada perintah Allah.

Rukun Iman yang ketiga adalah beriman kepada Kitab-kitabNya. Kita yakin bahwa Allah telah menurunkan Taurat kepada Musa, Zabur kepada Daud, Injil kepada Isa, dan Al Qur’an kepada Nabi Muhammad. Namun kita harus yakin juga bahwa semua kitab-kitab suci di atas telah dirubah oleh manusia sehingga Allah kembali menurunkan Al Qur’an yang dijaga kesuciannya sebagai pedoman hingga hari kiamat nanti.

”Maka kecelakaan yng besar bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” [Al Baqarah:79]

Kita harus meyakini kebenaran Al Qur’an dan mengamalkannya:

”Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” [Al Baqarah:2]

Rukun Iman yang keempat adalah beriman kepada Rasul-rasul (Utusan) Allah. Rasul/Nabi merupakan manusia yang terbaik yang pantas dijadikan suri teladan yang diutus Allah untuk menyeru manusia ke jalan Allah. Ada 25 Nabi yang disebut dalam Al Qur’an yang wajib kita imani di antaranya Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad.

Karena ajaran Nabi-Nabi sebelumnya telah dirubah ummatnya, kita harus meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir yang harus kita ikuti ajarannya.

” Muhammad bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi…” [Al Ahzab:40]

Rukun Iman yang kelima adalah beriman kepada Hari Akhir (Kiamat/Akhirat). Kita harus yakin bahwa dunia ini fana. Suatu saat akan tiba hari Kiamat. Pada saat itu manusia akan dihisab. Orang yang beriman dan beramal saleh masuk ke surga. Orang yang kafir masuk neraka.

Selain kiamat besar kita juga harus yakin akan kiamat kecil yaitu mati. Setiap orang pasti mati. Untuk itu kita harus selalu hati-hati dalam bertindak.

Rukun Iman yang keenam adalah percaya kepada Takdir/qadar yang baik atau pun yang buruk. Meski manusia wajib berusaha dan berdoa, namun apa pun hasilnya kita harus menerima dan mensyukurinya sebagai takdir dari Allah.

b. Rukun Islam 5 Perkara

Ada pun rukun Islam terdiri dari 5 perkara. Barang siapa yang tidak mengerjakannya maka Islamnya tidak benar karena rukunnya tidak sempurna.

Rukun Islam pertama yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Asyhaadu alla ilaaha illallaahu wa asyhaadu anna muhammadar rasuulullaah. Artinya kita meyakini hanya Allah Tuhan yang wajib kita patuhi perintah dan larangannya. Jika ada perintah dan larangan dari selain Allah, misalnya manusia, yang bertentangan dengan perintah dan larangan Allah, maka Allah yang harus kita patuhi. Ada pun Muhammad adalah utusan Allah yang menjelaskan ajaran Islam. Untuk mengetahui ajaran Islam yang benar, kita berkewajiban mempelajari dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad.

Konsekwensi dari 2 kalimat syahadat adalah kita harus mempelajari dan memahami Al Qur’an dan Hadits yang sahih (minimal Kutuubus sittah: Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An Nasaa’i, dan Ibnu Majah) dan mengamalkannya.

Rukun Islam kedua adalah shalat 5 waktu, yaitu: Subuh 2 rakaat, Dzuhur dan Ashar 4 raka’at, Maghrib 3 rakaat, dan Isya 4 raka’at. Shalat adalah tiang agama barang siapa meninggalkannya berarti merusak agamanya.

Rukun Islam ketiga adalah puasa di Bulan Ramadhan. Yaitu menahan diri dari makan, minum, hubungan seks, bertengkar, marah, dan segala perbuatan negatif lainnya dari subuh hingga maghrib.

Rukun Islam keempat adalah membayar zakat bagi para muzakki (orang yang wajib pajak/mampu). Ada pun orang yang mustahiq (berhak menerima zakat seperti fakir, miskin, amil, mualaf, orang budak, berhutang, Sabilillah, dan ibnu Sabil) berhak menerima zakat. Zakat merupakan hak orang miskin agar harta tidak hanya beredar di antara orang kaya saja.

Rukun Islam yang kelima adalah berhaji ke Mekkah jika mampu. Mampu di sini dalam arti mampu secara fisik dan juga secara keuangan. Sebelum berhaji, hutang yang jatuh tempo harus dibayar dan keluarga yang ditinggalkan harus diberi bekal yang cukup. Nabi berkata barang siapa yang mati tapi tidak berhaji padahal dia mampu, maka dia mati dalam keadaan munafik.

c. Ihsan Mendekatkan Diri kepada Allah

Ada pun Ihsan adalah cara agar kita bisa khusyuk dalam beribadah kepada Allah. Kita beribadah seolah-olah kita melihat Allah. Jika tidak bisa, kita harus yakin bahwa Allah SWT yang Maha Melihat selalu melihat kita. Ihsan ini harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga jika kita berbuat baik, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya jika terbersit niat kita untuk berbuat keburukan, kita tidak mengerjakannya karena Ihsan tadi.

Orang yang ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha membuat senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya.

Itulah sekilas pokok-pokok dari ajaran Islam. Semoga kita semua bisa memahami dan mengamalkannya. Insya Allah dalam bab-bab selanjutnya beberapa hal di atas akan dibahas lebih rinci lagi.

sumber: http://media-islam.or.id/2008/09/15/inti-ajaran-islam-iman-islam-dan-ihsan/

Tujuan dan Hikmah Pernikahan

Kompilasi Hukum Islam merumuskan bahwa tujuan perkawinan (pernikahan) adalah "untuk mewujudkan kehidupan rumahtangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah:, yaitu rumahtangga yang tenteram, penuh kasih sayang, serta bahagia lahir dan batin.
Rumusan ini sesuai dengan firman Allah SWT :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Ruum (30) : ayat 21)
Tujuan dan Hikmah pernikahan

Tujuan perkawinan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat biologis yang menghalalkan hubungan seksual antara kedua belah pihak, tetapi lebih luas, meliputi segala aspek kehidupan rumah tangga, baik lahiriah maupun batiniah.
Sejalan dengan tujuannya, perkawinan memiliki sejumlah hikmah atau keuntungan bagi orang yang melakukannya. Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (3, Ajaran, Perkawinan halaman 66), serta menurut Sayid Sabiq, ulama fikih kontemporer (I. Istanha, Mesir, 1915) dalam bukunya Fiqh as-Sunnah, mengemukakan sebagai berikut :

1. Dapat menyalurkan naluri seksual dengan cara sah dan terpuji.
Bagi manusia, naluri tersebut sangat kuat dan keras serta menuntut adanya penyaluran yang baik. Jika tidak, dapat mengakibatkan kegoncangan dalam kehidupannya. Dengan perkawinan, kehidupan manusia menjadi segar dan tenteram serta terpelihara dari perbuatan keji dan rendah (QS. Ar-Ruum (30) : ayat 21).

2. Memelihara dan memperbanyak keturunan dengan terhormat, sehingga dapat menjaga kelestarian hidup umat manusia.
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisa' (4): ayat 1)

Allah menjadikan bagi kamu isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (QS. An-Nahl (16): ayat 72)


3. Naluri keibuan dan kebapakan akan saling melengkapi dalam kehidupan rumahtangga bersama anak-anak.
Hubungan itu akan menumbuhkan rasa kasih sayang, sikap jujur, dan keterbukaan, serta saling menghargai satu sama lain sehingga akan meningkatkan kualitas seorang manusia. (QS.30:21, 16:72).

4. Melahirkan organisasi (tim) dengan pembagian tugas/tanggungjawab tertentu, serta melatih kemampuan bekerjasama.
Tugas intern pengaturan rumahtangga termasuk memelihara dan mendidik anak yang umumnya menjadi tugas utama isteri dan tentunya harus bekerjasama dengan suami; mencari nafkah yang menjadi kewajiban suami dapat dibantu oleh istrinya; pengelolaan keuangan yang sebaiknya menjadi bagian dari isteri, namun dengan seijin suami dalam pembelanjaannya. Ini semua meningkatkan sikap disiplin, rajin, kerja keras, syukur, sabar, dan tawakal.

5. Terbentuknya tali kekeluargaan dan silaturahmi antar keluarga, sehingga memupuk rasa sosial dan dapat membentuk masyarakat yang kuat serta bahagia.

Android?

Android merupakan subset perangkat lunak untuk ponsel yang meliputi sistem operasi, middleware dan aplikasi kunci yang di release oleh Google. Saat ini disediakan Android SDK (software Development kit) sebagai alat bantu dan API diperlukan untuk mulai mengembangkan aplikasi pada platform Android menggunakan bahasa pemrograman Java.

Features :

Framework Aplikasi yang mendukung penggantian komponen dan reusable.
Mesin virtual Dalvik dioptimalkan untuk perangkat mobile
Integrated browser berdasarkan engine open source WebKit
Grafis yang dioptimalkan dan didukung oleh perpustakaan grafis 2D, grafis 3D berdasarkan spesifikasi opengl ES 1,0 (Opsional akselerasi hardware)
SQLite untuk penyimpanan data
Media Support yang mendukung audio, video, dan gambar (MPEG4, H.264, MP3, AAC, AMR, JPG, PNG, GIF)
GSM Telephony (tergantung hardware)
Bluetooth, EDGE, 3G, dan WiFi (tergantung hardware)
Kamera, GPS, kompas, dan accelerometer (hardware tergantung)
Lingkungan Development yang lengkap dan kaya termasuk perangkat emulator, tools untuk debugging, profil dan kinerja memori, dan plugin untuk Eclipse IDE

Framework Aplikasi :

Pengembang memiliki akses penuh framwork API yang sama yang digunakan oleh aplikasi inti. Arsitektur aplikasi dirancang agar komponen dapat digunakan kembali (reuse) dengan mudah. setiap aplikasi dapat memanfaatkan kemampuan ini dan aplikasi yang lain mungkin akan memanfaatkan kemampuan ini (sesuai dengan batasan keamanan yang didefinisikan oleh framework). Mekanisme yang sama memungkinkan komponen untuk diganti oleh pengguna.
Semua aplikasi yang merupakan rangkaian layanan dan sistem, termasuk:

View Set kaya dan extensible yang dapat digunakan untuk membangun aplikasi, termasuk daftar, grids, kotak teks, tombol, dan bahkan sebuah embeddable web
Content Provider yang memungkinkan aplikasi untuk mengakses data (seperti dari daftar kontak telp) atau dari data mereka sendiri
Resource Manager, yang menyediakan akses ke kode sumber non-lokal seperti string, gambar, dan tata letak file
Notifikasi Manager yang memungkinkan semua kustom aplikasi untuk ditampilkan dalam alert status bar
An Activity Manager yang mengelola siklus hidup aplikasi dan menyediakan navigasi umum backstack

Android Runtime

Android terdiri dari satu set core libraries yang menyediakan sebagian besar fungsi yang tersedia dalam core libraries dari bahasa pemrograman Java. Setiap menjalankan aplikasi Android sendiri dalam proses, dengan masing-masing instance dari mesin virtual Dalvik (Dalvik VM). Dalvik dirancang agar perangkat dapat menjalankan multiple VMs secara efisien. Mesin Virtual Dalvik dieksekusi dalam Dalvik executable (.dex), sebuah format yang dioptimalkan untuk memori yang kecil. Dalvik VM berbasis, berjalan dan dikompilasi oleh compiler bahasa Java yang telah ditransformasikan ke dalam .dex format yang disertakan oleh tool "dx".
Dalvik VM bergantung pada kernel Linux untuk berfungsi , seperti threading dan manajemen memori tingkat rendahnya .

Linux Kernel

Android bergantung pada Linux Versi 2.6 untuk inti sistem pelayanan seperti keamanan, manajemen memori, proses manajemen, susunan jaringan, dan driver model. Kernel juga bertindak sebagai lapisan yang abstak antara hardware dan software stacknya.


sumber: http://indo-android.blogspot.com/2009/01/apa-itu-android.html

Apa itu bottleneck?

Bottleneck bila diartikan secara bebas adalah leher botol. Jika diartikan secara 'kasar', artinya adalah penyempitan jalur. Lihat saja leher botol, selalu menyempit daripada badannya. Perumpamaan ini banyak digunakan dalam berbagai bidang. Tidak dalam dunia yang berhubungan dengan komputer saja yang memakai istilah bottleneck. Dunia pergitaran juga. Ketika diterapkan dalam lalu lintas, bottleneck adalah penyempitan lebar jalan dari kondisi lebar jalan yang normal di salah satu titik/ ruas jalan, sehingga mengakibatkan kemacetan atau perlambatan arus lalu lintas. Sebagai contoh misalnya jalur/ pintu tol. Atau bayangkan saja jalan raya yang melewati pasar tumpah pada saat arus mudik.

Bottleneck Pada Hardware Komputer

Tidak ada yang menginginkan terjadinya bottleneck. Namun kondisi ini bisa terjadi pada seluruh komputer yang ada di dunia ini. Bottleneck tidak seperti virus. Dia tidak berhubungan dengan system, meski akibatnya akan sangat berpengaruh pada system juga. Terjadinya bottleneck dalam sebuah PC atau komputer bisa mencegah kompter itu bekerja secara optimal. Bagaimana tidak ? Kondisi ini terjadi karena ada bagian tertentu pada komputer yang katakanlah bekerja sangat lambat, sehingga mempengaruhi kondisi komponen yang lain. Atau, spesifikasinya tidak sebanding dengan peripheral yang lain. Hardware dengan spesifikasi yang lebih tinggi harus mengalah pada hardware yang 'lambat', karena harus menunggu agar proses yang dibebankan kepada si biang 'bottleneck' selesai. Otomatis dampaknya, berimbas pada kinerja system.

Contoh Kasus

Processor : Core 2 Duo
Memory : Ddr 5300 2 giga
Video Card : 1600 XT
Ada yang speknya seperti spek diatas ? :?:

Dari contoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Komputer dengan spesifikasi seperti itu bisa terjadi 'bottleneck'. Karena, processor OK, RAM gede, tapi VGA-nya pas-pasan. So... dari segi performa tidak akan maksimal, terutama buat gaming. Banyak juga contoh yang lain. Karena pada dasarnya, setiap komputer mempunyai 'bottleneck'. Hanya saja, letaknya dimana, itulah yang perlu dikaji. Terlebih lagi, kalau mainboardnya tidak support komponen-komponen pada soal diatas. Pastilah terjadi bottleneck juga.

Contoh 2
Misalnya sebuah komputer, VGA-nya bagus, cepat, tapi RAM-nya atau Motherboardnya masih rendah.
Akibatnya si Motherboard atau RAM tidak bisa nampung kecepatan dari VGA dan akhirnya menyebabkan bottleneck.

Kesimpulan
Jadi lebih baik pastikan kecepatan dari RAM, Motherboard, VGA Card, Harddisk dan Processor serta pilihlah yang sesuai.

Nah, jadi apakh komputer kawan2 bottelneck ? Bisa check sendiri kan ?
Sekian semoga membantu... ^^


sumber: http://www.koc2.com/beginner-stuff/9506-guide-itu-bottleneck/

Ta’aruf Syar’i , Solusi Pengganti Pacaran

Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari


Pertanyaan:
1. Apabila seorang muslim ingin menikah, bagaimana syariat mengatur cara mengenal seorang muslimah sementara pacaran terlarang dalam Islam?
2. Bagaimana hukum berkunjung ke rumah akhwat (wanita) yang hendak dinikahi dengan tujuan untuk saling mengenal karakter dan sifat masing-masing?
3. Bagaimana hukum seorang ikhwan (lelaki) mengungkapkan perasaannya (sayang atau cinta) kepada akhwat (wanita) calon istrinya?
Jawab :
Benar sekali pernyataan anda bahwa pacaran adalah haram dalam Islam. Pacaran adalah budaya dan peradaban jahiliah yang dilestarikan oleh orang-orang kafir negeri Barat dan lainnya, kemudian diikuti oleh sebagian umat Islam (kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala), dengan dalih mengikuti perkembangan jaman dan sebagai cara untuk mencari dan memilih pasangan hidup. Syariat Islam yang agung ini datang dari Rabb semesta alam Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, dengan tujuan untuk membimbing manusia meraih maslahat-maslahat kehidupan dan menjauhkan mereka dari mafsadah-mafsadah yang akan merusak dan menghancurkan kehidupan mereka sendiri.
Ikhtilath (campur baur antara lelaki dan wanita yang bukan mahram), pergaulan bebas, dan pacaran adalah fitnah (cobaan) dan mafsadah bagi umat manusia secara umum, dan umat Islam secara khusus, maka perkara tersebut tidak bisa ditolerir. Bukankah kehancuran Bani Israil –bangsa yang terlaknat– berawal dari fitnah (godaan) wanita? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Telah terlaknat orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil melalui lisan Nabi Dawud dan Nabi ‘Isa bin Maryam. Hal itu dikarenakan mereka bermaksiat dan melampaui batas. Adalah mereka tidak saling melarang dari kemungkaran yang mereka lakukan. Sangatlah jelek apa yang mereka lakukan.” (Al-Ma`idah: 79-78)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (indah memesona), dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kalian sebagai khalifah (penghuni) di atasnya, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerhatikan amalan kalian. Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita, karena sesungguhnya awal fitnah (kehancuran) Bani Israil dari kaum wanita.” (HR. Muslim, dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan umatnya untuk berhati-hati dari fitnah wanita, dengan sabda beliau:
“Tidaklah aku meninggalkan fitnah sepeninggalku yang lebih berbahaya terhadap kaum lelaki dari fitnah (godaan) wanita.” (Muttafaqun ‘alaih, dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma)
Maka, pacaran berarti menjerumuskan diri dalam fitnah yang menghancurkan dan menghinakan, padahal semestinya setiap orang memelihara dan menjauhkan diri darinya. Hal itu karena dalam pacaran terdapat berbagai kemungkaran dan pelanggaran syariat sebagai berikut:
1. Ikhtilath, yaitu bercampur baur antara lelaki dan wanita yang bukan mahram. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhkan umatnya dari ikhtilath, sekalipun dalam pelaksanaan shalat.
Kaum wanita yang hadir pada shalat berjamaah di Masjid Nabawi ditempatkan di bagian belakang masjid. Dan seusai shalat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiam sejenak, tidak bergeser dari tempatnya agar kaum lelaki tetap di tempat dan tidak beranjak meninggalkan masjid, untuk memberi kesempatan jamaah wanita meninggalkan masjid terlebih dahulu sehingga tidak berpapasan dengan jamaah lelaki. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dalam Shahih Al-Bukhari. Begitu pula pada hari Ied, kaum wanita disunnahkan untuk keluar ke mushalla (tanah lapang) menghadiri shalat Ied, namun mereka ditempatkan di mushalla bagian belakang, jauh dari shaf kaum lelaki. Sehingga ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam usai menyampaikan khutbah, beliau perlu mendatangi shaf mereka untuk memberikan khutbah khusus karena mereka tidak mendengar khutbah tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu dalam Shahih Muslim.
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik shaf lelaki adalah shaf terdepan dan sejelek-jeleknya adalah shaf terakhir. Dan sebaik-baik shaf wanita adalah shaf terakhir, dan sejelek-jeleknya adalah shaf terdepan.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Hal itu dikarenakan dekatnya shaf terdepan wanita dari shaf terakhir lelaki sehingga merupakan shaf terjelek, dan jauhnya shaf terakhir wanita dari shaf terdepan lelaki sehingga merupakan shaf terbaik. Apabila pada ibadah shalat yang disyariatkan secara berjamaah, maka bagaimana kiranya jika di luar ibadah? Kita mengetahui bersama, dalam keadaan dan suasana ibadah tentunya seseorang lebih jauh dari perkara-perkara yang berhubungan dengan syahwat. Maka bagaimana sekiranya ikhtilath itu terjadi di luar ibadah? Sedangkan setan bergerak dalam tubuh Bani Adam begitu cepatnyamengikuti peredaran darah . Bukankah sangat ditakutkan terjadinya fitnah dan kerusakan besar karenanya?” (Lihat Fatawa An-Nazhar wal Khalwah wal Ikhtilath, hal. 45)
Subhanallah. Padahal wanita para shahabat keluar menghadiri shalat dalam keadaan berhijab syar’i dengan menutup seluruh tubuhnya –karena seluruh tubuh wanita adalah aurat– sesuai perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31, tanpa melakukan tabarruj karena Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang mereka melakukan hal itu dalam surat Al-Ahzab ayat 33, juga tanpa memakai wewangian berdasarkan larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, dan yang lainnya :
“Hendaklah mereka keluar tanpa memakai wewangian.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang siapa saja dari mereka yang berbau harum karena terkena bakhur untuk untuk hadir shalat berjamaah sebagaimana dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 53:
“Dan jika kalian (para shahabat) meminta suatu hajat (kebutuhan) kepada mereka (istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) maka mintalah dari balik hijab. Hal itu lebih bersih (suci) bagi kalbu kalian dan kalbu mereka.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan mereka berinteraksi sesuai tuntutan hajat dari balik hijab dan tidak boleh masuk menemui mereka secara langsung. Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: “Maka tidak dibenarkan seseorang mengatakan bahwa lebih bersih dan lebih suci bagi para shahabat dan istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan bagi generasi-generasi setelahnya tidaklahdemikian. Tidak diragukan lagi bahwa generasi-generasi setelah shahabat justru lebih butuh terhadap hijab dibandingkan para shahabat, karena perbedaan yang sangat jauh antara mereka dalam hal kekuatan iman dan ilmu. Juga karenapersaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap para shahabat, baik lelaki maupun wanita, termasuk istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bahwa mereka adalah generasi terbaik setelah para nabi dan rasul, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Demikian pula, dalil-dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah menunjukkan berlakunya suatu hukum secara umum meliputi seluruh umat dan tidak boleh mengkhususkannya untuk pihak tertentu saja tanpa dalil.” (Lihat Fatawa An-Nazhar, hal. 11-10)
Pada saat yang sama, ikhtilath itu sendiri menjadi sebab yang menjerumuskan mereka untuk berpacaran, sebagaimana fakta yang kita saksikan berupa akibat ikhtilath yang terjadi di sekolah, instansi-instansi pemerintah dan swasta, atau tempat-tempat yang lainnya. Wa ilallahil musytaka (Dan hanya kepada Allah kita mengadu)
2. Khalwat, yaitu berduaannya lelaki dan wanita tanpa mahram. Padahal Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hati-hatilah kalian dari masuk menemui wanita.” Seorang lelaki dari kalangan Anshar berkata: “Bagaimana pendapatmu dengan kerabat suami? ” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adalah kebinasaan.” (Muttafaq ‘alaih, dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali bersama mahram.” (Muttafaq ‘alaih, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma)
Hal itu karena tidaklah terjadi khalwat kecuali setan bersama keduanya sebagai pihak ketiga, sebagaimana dalam hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan sekali-kali dia berkhalwat dengan seorang wanita tanpa disertai mahramnya, karena setan akan menyertai keduanya.” (HR. Ahmad)
3. Berbagai bentuk perzinaan anggota tubuh yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
“Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah(lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara kalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkan atau mendustakan.”
Hadits ini menunjukkan bahwa memandang wanita yang tidak halal untuk dipandang meskipun tanpa syahwat adalah zina mata . Mendengar ucapan wanita (selain istri) dalam bentuk menikmati adalah zina telinga. Berbicara dengan wanita (selain istrinya) dalam bentuk menikmati atau menggoda dan merayunya adalah zina lisan. Menyentuh wanita yang tidak dihalalkan untuk disentuh baik dengan memegang atau yang lainnya adalah zina tangan. Mengayunkan langkah menuju wanita yang menarik hatinya atau menuju tempat perzinaan adalah zina kaki. Sementara kalbu berkeinginan dan mengangan-angankan wanita yang memikatnya, maka itulah zina kalbu. Kemudian boleh jadi kemaluannya mengikuti dengan melakukan perzinaan yang berarti kemaluannya telah membenarkan; atau dia selamat dari zina kemaluan yang berarti kemaluannya telah mendustakan. (Lihat Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, pada syarah hadits no. 16 22)
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kalian mendekati perbuatan zina, sesungguhnya itu adalah perbuatan nista dan sejelek-jelek jalan.” (Al-Isra`: 32)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Demi Allah, sungguh jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, maka itu lebih baik dari menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani dan Al-Baihaqi dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 226)
Meskipun sentuhan itu hanya sebatas berjabat tangan maka tetap tidak boleh. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
“Tidak. Demi Allah, tidak pernah sama sekali tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh tangan wanita (selain mahramnya), melainkan beliau membai’at mereka dengan ucapan (tanpa jabat tangan).” (HR. Muslim)
Demikian pula dengan pandangan, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam surat An-Nur ayat 31-30:
“Katakan (wahai Nabi) kepada kaum mukminin, hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka (dari halhal yang diharamkan) –hingga firman-Nya- Dan katakan pula kepada kaum mukminat, hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka (dari hal-hal yang diharamkan)….”
Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:
“Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tanpa sengaja)? Maka beliau bersabda: ‘Palingkan pandanganmu’.”
Adapun suara dan ucapan wanita, pada asalnya bukanlah aurat yang terlarang. Namun tidak boleh bagi seorang wanita bersuara dan berbicara lebih dari tuntutan hajat (kebutuhan), dan tidak boleh melembutkan suara. Demikian juga dengan isi pembicaraan, tidak boleh berupa perkara-perkara yang membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Karena bila demikian maka suara dan ucapannya menjadi aurat dan fitnah yang terlarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka janganlah kalian (para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) berbicara dengan suara yang lembut, sehingga lelaki yang memiliki penyakit dalam kalbunya menjadi tergoda dan ucapkanlah perkataan yang ma’ruf (baik).” (Al-Ahzab: 32)
Adalah para wanita datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di sekitar beliau hadir para shahabatnya, lalu wanita itu berbicara kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepentingannya dan para shahabat ikut mendengarkan. Tapi mereka tidak berbicara lebih dari tuntutan hajat dan tanpa melembutkan suara.
Dengan demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah alternatif yang ditolerir dalam Islam untuk mencari dan memilih pasangan hidup. Menjadi jelas pula bahwa tidak boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada calon istri selama belum resmi menjadi istri. Baik ungkapan itu secara langsung atau lewat telepon, ataupun melalui surat. Karena saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adalah hubungan asmara yang mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah. Demikian pula halnya berkunjung ke rumah calon istri atau wanita yang ingin dilamar dan bergaul dengannya dalam rangka saling mengenal karakter dan sifat masing-masing, karena perbuatan seperti ini juga mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah. Wallahul musta’an (Allah-lah tempat meminta pertolongan).
Adapun cara yang ditunjukkan oleh syariat untuk mengenal wanita yang hendak dilamar adalah dengan mencari keterangan tentang yang bersangkutan melalui seseorang yang mengenalnya, baik tentang biografi (riwayat hidup), karakter, sifat, atau hal lainnya yang dibutuhkan untuk diketahui demi maslahat pernikahan. Bisa pula dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman atau yang lainnya. Dan pihak yang dimintai keterangan berkewajiban untuk menjawab seobyektif mungkin, meskipun harus membuka aib wanita tersebut karena ini bukan termasuk dalam kategori ghibah yang tercela. Hal ini termasuk dari enam perkara yang dikecualikan dari ghibah, meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebaliknya dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berhasrat untuk meminangnya, dapat menempuh cara yang sama.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Fathimah bintu Qais ketika dilamar oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm, lalu dia minta nasehat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau bersabda:
“Adapun Abu Jahm, maka dia adalah lelaki yang tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya . Adapun Mu’awiyah, dia adalah lelaki miskin yang tidak memiliki harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid.” (HR. Muslim)
Para ulama juga menyatakan bolehnya berbicara secara langsung dengan calon istri yang dilamar sesuai dengan tuntunan hajat dan maslahat. Akan tetapi tentunya tanpa khalwat dan dari balik hijab. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (130-129/5 cetakan Darul Atsar) berkata: “Bolehnya berbicara dengan calon istri yang dilamar wajib dibatasi dengan syarat tidak membangkitkan syahwat atau tanpa disertai dengan menikmati percakapan tersebut. Jika hal itu terjadi maka hukumnya haram, karena setiap orang wajib menghindar dan menjauh dari fitnah.”
Perkara ini diistilahkan dengan ta’aruf. Adapun terkait dengan hal-hal yang lebih spesifik yaitu organ tubuh, maka cara yang diajarkan adalah dengan melakukan nazhor, yaitu melihat wanita yang hendak dilamar. Nazhor memiliki aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan yang membutuhkan pembahasan khusus .
Wallahu a’lam.
Sumber : www.asysyariah.com

algoritma genetika

Algoritma genetik adalah teknik pencarian yang di dalam ilmu komputer untuk menemukan penyelesaian perkiraan untuk optimisasi dan masalah pencarian. Algoritma genetik adalah kelas khusus dari algoritma evolusioner dengan menggunakan teknik yang terinspirasi oleh biologi evolusioner seperti warisan, mutasi, seleksi alam dan rekombinasi (atau crossover)
Algoritma Genetik pertama kali dikembangkan oleh John Holland pada tahun 1970-an di New York, Amerika Serikat. Dia beserta murid-murid dan teman kerjanya menghasilkan buku berjudul "Adaption in Natural and Artificial Systems" pada tahun 1975.
Algoritma Genetik khususnya diterapkan sebagai simulasi komputer dimana sebuah populasi representasi abstrak (disebut kromosom) dari solusi-solusi calon (disebut individual) pada sebuah masalah optimisasi akan berkembang menjadi solusi-solusi yang lebih baik. Secara tradisional, solusi-solusi dilambangkan dalam biner sebagai string '0' dan '1', walaupun dimungkinkan juga penggunaan penyandian (encoding) yang berbeda. Evolusi dimulai dari sebuah populasi individual acak yang lengkap dan terjadi dalam generasi-generasi. Dalam tiap generasi, kemampuan keseluruhan populasi dievaluasi, kemudian multiple individuals dipilih dari populasi sekarang (current) tersebut secara stochastic (berdasarkan kemampuan mereka), lalu dimodifikasi (melalui mutasi atau rekombinasi) menjadi bentuk populasi baru yang menjadi populasi sekarang (current) pada iterasi berikutnya dari algoritma.
Prosedur Algoritma Genetik
Algoritma genetik yang umum menyaratkan dua hal untuk didefinisikan: (1) representasi genetik dari penyelesaian, (2) fungsi kemampuan untuk mengevaluasinya.
Representasi baku adalah sebuah larik bit-bit. Larik jenis dan struktur lain dapat digunakan dengan cara yang sama. Hal utama yang membuat representasi genetik ini menjadi tepat adalah bahwa bagian-bagiannya mudah diatur karena ukurannya yang tetap, yang memudahkan operasi persilangan sederhana. Representasi panjang variabel juga digunakan, tetapi implementasi persilangan lebih kompleks dalam kasus ini. Representasi seperti pohon diselidiki dalam pemrograman genetik dan representasi bentuk bebas diselidiki di dalam HBGA.
Fungsi kemampuan didefinisikan di atas representasi genetik dan mengukur kualitas penyelesaian yang diwakili. Fungsi kemampuan selalu tergantung pada masalah. Sebagai contoh, jika pada ransel kita ingin memaksimalkan jumlah benda (obyek) yang dapat kita masukkan ke dalamnya pada beberapa kapasitas yang tetap. Representasi penyelesaian mungkin berbentuk larik bits, dimana tiap bit mewakili obyek yang berbeda, dan nilai bit (0 atau 1) menggambarkan apakah obyek tersebut ada di dalam ransel atau tidak. Tidak setiap representasi seperti ini valid, karena ukuran obyek dapat melebihi kapasitas ransel. Kemampuan penyelesaian adalah jumlah nilai dari semua obyek di dalam ransel jika representasi itu valid, atau jika tidak 0. Dalam beberapa masalah, susah atau bahkan tidak mungkin untuk mendefinisikan lambang kemampuan, maka pada kasus ini digunakan IGA.
Sekali kita mendefinisikan representasi genetik dan fungsi kemampuan, algoritma genetik akan memproses inisialisasi populasi penyelesaian secara acak, dan memperbaikinya melalui aplikasi pengulangan dengan aplikasi operator-operator mutasi, persilangan, dan seleksi.
Secara sederhana, algoritma umum dari algoritma genetik ini dapat dirumuskan menjadi beberapa langkah, yaitu:
1. Membentuk suatu populasi individual dengan keadaan acak
2. Mengevaluasi kecocokan setiap individual keadaan dengan hasil yang diinginkan
3. Memilih individual dengan kecocokan yang tertinggi
4. Bereproduksi, mengadakan persilangan antar individual terpilih diselingi mutasi
5. Mengulangi langkah 2 - 4 sampai ditemukan individual dengan hasil yang diinginkan.



sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Algoritma_genetik

Selasa, 29 November 2011

Tausiah

Hai Anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa, itulah yang baik (QS Al-A'raf:26)

Senin, 28 November 2011

Jihad Harus Didasari Ilmu

Penulis : Al Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al Bugisi

وَالَّذِيْنَ جاَهَدُوا فِيْناَ لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَناَ وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69)

Penjelasan ayat

وَالَّذِيْنَ جاَهَدُوا فِيْناَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami”

Ada beberapa penafsiran para ulama tentang ayat ini:

1. Bahwa yang dimaksud adalah berjihad melawan kaum musyrikin untuk mencari keridhaan Kami (ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala), sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Qurthubi, Al-Baghawi, dan Ath-Thabari rahimahumullah.

2. Mereka adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para shahabat, dan yang mengikutinya hingga hari kemudian, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah. Ini menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang senantiasa istiqamah berada di jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Telah diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanad dari Ahmad bin Abi Al-Hawari, ia berkata: ‘Abbas Al-Hamdani Abu Ahmad telah mengabari kami tentang firman Allah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, beliau mengatakan: “(Mereka adalah) orang-orang yang mengamalkan apa-apa yang mereka ketahui, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi bimbingan terhadap apa yang mereka belum ketahui.” Ahmad bin Abi Al-Hawari berkata: Akupun memberitakannya kepada Abu Sulaiman Ad-Darani maka hal itu membuatnya takjub dan berkata: “Tidak sepantasnya bagi yang telah diilhami suatu kebaikan untuk mengamalkannya sampai ia mendengarnya dalam atsar (ada riwayatnya, pen). Apabila dia telah mendengarnya dalam atsar dia pun mengamalkannya dan memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/423)

3. Maknanya adalah bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa beliau berkata: “Orang-orang yang berjihad dalam melaksanakan ketaatan di jalan Kami (yakni jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala), akan Kami tunjukkan jalan-jalan untuk mendapatkan pahala.”

Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Ini, dengan makna ketaatan secara umum berarti mencakup seluruh pendapat.”

Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Yang bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, akan Kami tunjukkan jalan-jalan untuk mengamalkannya.”

Berkata pula Sahl bin Abdillah rahimahullah: “Yaitu orang-orang yang berjihad dalam menegakkan sunnah, akan kami tunjukkan jalan menuju jannah (surga).”

Beberapa penafsiran di atas tidaklah saling bertentangan, bahkan saling menguatkan satu sama lain dan saling melengkapi. Mereka yang menyebutkan jihad dengan makna perang tidak mengkhususkan hanya dalam perkara perang, namun menyebutkan salah satu jenis dari amalan jihad tersebut. Sebab jihad meliputi keseluruhan kemampuan yang dikerahkan oleh seorang muslim dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Baik itu berperang melawan kaum kuffar, melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, menuntut ilmu syar’i, menegakkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan yang lainnya. Dengan syarat, dalam mengamalkan semua itu harus ditopang dengan ilmu yang benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Sebab barangsiapa yang berjihad dengan tidak mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, (tindakannya itu) akan menjerumuskannya ke dalam kesesatan dan penyimpangan. Oleh karena itu, Abu Sulaiman Ad-Darani berkata: “Bukanlah jihad di dalam ayat ini hanya terkhusus jihad melawan orang-orang kafir saja. Namun menolong agama, membantah orang yang berada di atas kebatilan, mencegah orang yang dzalim, dan yang mulia adalah beramar ma’ruf nahi mungkar. Dan di antaranya pula adalah berjihad melawan hawa nafsu dalam ketaatan kepada Allah yang merupakan jihad akbar.” (Tafsir Al-Qurthubi, 13/364-365)
Abu Karimah (penulis, red) berkata: “Hadits yang berbunyi: ‘Kami telah kembali dari jihad kecil (yaitu berperang, pen) menuju jihad yang paling besar (yaitu melawan hawa nafsu, pen)’ adalah hadits mungkar, sebagaimana telah disebutkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Hadits Adh-Dha’ifah (5/2460).”

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam menjelaskan ayat ini berkata: “Mereka adalah orang-orang yang berhijrah di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, berjihad melawan musuh-musuh-Nya, dan mengerahkan segala kemampuannya dalam mencari keridhaan-Nya, maka akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami, yaitu jalan yang akan menyampaikan kepada Kami. Karena mereka adalah para muhsinin (orang yang senantiasa berbuat kebaikan). Dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’alabersama dengan para muhsinin dengan pertolongan, bantuan, dan hidayah-Nya. Ini menunjukkan bahwa orang yang paling layak dalam mencocoki kebenaran adalah orang yang berjihad. Dan barangsiapa berbuat kebaikan terhadap apa yang telah diperintahkan-Nya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolongnya dan memudahkan baginya sebab-sebab hidayah. Barangsiapa yang berusaha dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i, maka dia akan mendapatkan hidayah dan pertolongan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya berupa perkara-perkara Ilahiyyah, di luar jangkauan ijtihadnya, dan dimudahkan baginya urusan ilmu. Karena menuntut ilmu syar’i termasuk jihad fi sabilillah, bahkan merupakan salah satu dari dua jenis jihad, yang tidak ada yang melakukannya kecuali hamba-hamba-Nya yang khusus. Yaitu berjihad dengan perkataan dan lisan, melawan kaum kuffar dan munafiqin, berjihad dalam mengajari (umat) perkara-perkara agamanya, dan membantah penyimpangan orang-orang yang menyelisihi kebenaran, walaupun mereka dari kalangan kaum muslimin.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, hal. 636)

Beramal shalih sebelum berperang
Demikianlah Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah menyebutkan salah satu judul bab dalam Kitabul Jihad dalam Shahih-nya, beliau berkata (menulis): Bab Beramal Shalih Sebelum Berperang. Lalu beliau menyebutkan atsar dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu secara mu’allaq, bahwa beliau berkata:

إِنَّمَا تُقَاتِلُوْنَ بِأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya kalian berperang dengan amalan-amalan kalian.” (Disebutkan Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah secara ta’liq, 6/29, bersama Al-Fath. Lihat pula penjelasan Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah tentang hadits ini, 6/30)

Lalu Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah menyebutkan hadits Al-Bara’ bin Azib radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil menutup wajahnya dengan topi baja lalu berkata: “Wahai Rasulullah, aku berperang atau aku masuk Islam?” Beliau menjawab: “Masuk Islamlah kemudian berperang.” Maka diapun masuk Islam lalu berperang hingga terbunuh. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dia beramal sedikit dan diberi pahala yang banyak.” (HR. Al-Bukhari, Kitabul Jihad, 6/2808)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Ibnu Ishaq di dalam kitab Al-Maghazi meriwayatkan kisah ‘Amr bin Tsabit dengan sanad yang shahih dari Abu Hurairah bahwa beliau berkata: Mereka mengabariku tentang seorang lelaki yang masuk jannah (surga) padahal tidak pernah shalat sekalipun!” Beliau berkata: “Dia adalah ‘Amr bin Tsabit.” Ibnu Ishaq berkata: Hushain bin Muhammad berkata: Aku bertanya kepada Mahmud bin Labid: “Bagaimana kisahnya?” Beliau menjawab: “Dahulu beliau enggan masuk ke dalam Islam. Maka tatkala (terjadi) Perang Uhud, dia pun berkeinginan (mengikutinya). Dia mengambil pedangnya, mendatangi kaumnya dan masuk ke kancah pertempuran lalu berperang hingga terluka. Kaumnya pun mendapatinya dalam peperangan lalu mereka bertanya: “Apa yang membuatmu ikut serta, rasa kasihan terhadap kaummu ataukah cinta kepada Islam?” Dia pun menjawab: “Cinta kepada Islam. Aku berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga aku terluka.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya dia termasuk penduduk jannah.”
Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim dari jalan Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, ia berkata: Dahulu ‘Amr enggan masuk Islam disebabkan karena riba yang dimilikinya di zaman jahiliyyah. Tatkala tiba perang Uhud, dia bertanya: “Di manakah kaumku?” Mereka menjawab: “Di Uhud.” Lalu dia mengambil pedangnya dan menyusul mereka. Tatkala melihat ‘Amr, mereka berkata: “Jauhilah kami.” Dia menjawab: “Sesungguhnya aku telah masuk Islam.” Lalu dia pun berperang hingga terluka. Sa’ad bin Ubadah mendatanginya lalu berkata: “Engkau dalam keadaan marah karena Allah dan Rasul-Nya.” Lalu dia meninggal dan masuk jannah dalam keadaan tidak pernah mengerjakan satu pun shalat. (Al-Fath, Al-Hafidz, 6/30-31)
Kisah di atas menjelaskan kepada kita pentingnya amalan shalih sebelum seseorang menuju ke medan peperangan. Hal ini disebabkan agar seorang mujahid senantiasa mendapatkan bimbingan dalam mengamalkan amalan yang mulia tersebut sehingga selalu istiqamah di atas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seseorang tidak mungkin membenarkan amalannya dan membedakan antara amalan shalih dengan yang buruk kecuali dengan ilmu syar’i, dengan bimbingan para ulama Rabbani yang senantiasa menuntun para mujahidin di atas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya.
Sebab, tanpa ilmu syar’i dan bimbingan para ulama Salaf, seorang yang berjihad akan terjatuh dalam berbagai kesalahan dan penyimpangan dalam keadaan dia merasa berada di atas kebenaran dan menganggap suatu amalan tersebut sebagai bagian dari jihad, meskipun sama sekali tidak termasuk ke dalamnya. Bahkan bukan termasuk perkara yang disyariatkan. Perkara inilah yang menyebabkan banyak kalangan hizbiyyin (orang-orang yang jatuh dalam fanatisme kelompok, ed) terjatuh dalam kesesatan dan menyelisihi kebenaran, dalam keadaan mereka masih saja meneriakkan bahwa amalan itu termasuk jihad, dan yang mati ketika mengamalkan amalan tersebut mati syahid.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلاً

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Al-Isra: 36)

Jihad termasuk amalan mulia, bahkan merupakan semulia-mulia amalan. Namun dalam beramal harus mengikuti tuntunan syariat yang shahihah. Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah kelompok yang sangat cinta dengan jihad. Mereka terkenal sebagai pemberani semenjak zaman para shahabat hingga zaman kita sekarang ini. Cukuplah beberapa negeri yang menjadi saksi akan kejantanan mereka, seperti Kunar yang merupakan salah satu daerah di Afghanistan, Chechnya, dan Bosnia. Bahkan mereka terus melangkah ke medan jihad walaupun orang-orang yang membenci mereka tetap benci.

Maluku dan Poso pun turut menjadi saksi akan kesungguhan Ahlus Sunnah dalam menegakkan kalimat Allah. Seiring dengan bergulirnya waktu, aktivitas jihad di dua negeri ini yang tadinya berjalan mengikuti koridor As-Sunnah dengan tuntunan dan fatwa ulama, mulai disisipi kesalahan demi kesalahan.

Namun, inilah Ahlus Sunnah yang menjadikan ilmu sebagai landasannya berpijak. Ketika disadari kesalahan-kesalahan tersebut dapat menjauhkannya dari tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat, dengan jantan mereka mengakui berbagai kesalahan tersebut dan bertaubat darinya. Dengan berbekal nasihat ulama (seperti Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali) pula, mereka dengan lapang dada menarik diri dari bumi Maluku dan Poso meski banyak masyarakat di sana menahan kepergiannya.

Mereka kemudian kembali membuka ma’had-ma’had di berbagai daerah untuk mengkader para penuntut ilmu syar’i. Tapi sekali lagi, apabila Ahlus Sunnah telah meyakini suatu kebenaran, mereka tidaklah mempedulikan banyaknya orang-orang yang menyelisihinya dan membencinya. Ini semua menunjukkan bahwa dalam berjihad sangatlah membutuhkan ilmu yang mapan dan bimbingan para ulama dalam menghadapi berbagai problem yang mereka hadapi tersebut.
Bandingkanlah dengan keadaan mereka yang tidak menjadikan ilmu sebagai landasan amal mereka dan tidak menjadikan para ulama sebagai penasehat. Mereka malah mengangkat para tokoh kejahilan sebagai “ulama” pembimbing mereka. Mereka menganggapnya sebagai orang yang mengerti al-waqi’ (problema kekinian). Sementara para ulama Rabbani seperti Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dan yang lainnya, mereka anggap sebagai “ulama haidh dan nifas” atau “ulama wudhu’” atau “ulama yang tidak mengerti al-waqi’” atau “ulama yang tidak mengerti masalah jihad,” dan semisalnya. (seperti ucapan Imam Samudra dalam Aku Melawan Teroris, hal. 64)

Dengan sebab inilah muncul berbagai fatwa menyesatkan dan menisbahkannya kepada amalan jihad. seperti ucapan “Jihad melalui parlemen,” “Bom bunuh diri termasuk amalan jihad,” “Kewajiban memerangi seluruh kaum kafir/ musyrik,” dan yang semisalnya, yang keluar dari orang-orang jahil tentang syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Na’udzu billahi minal khudzlan (kita berlindung kepada Allah dari kehinaan).

Hikmah mengucapkan salam

Rasulullah bersabda: “Kamu tidak akan masuk Surga hingga kamu beriman, kamu tidak akan beriman secara sempurna hingga kamu saling mencintai. Maukah kamu kutunjukkan sesuatu apabila kamu lakukan akan saling mencintai?
Biasakan mengucapkan salam di antara kamu.”